Ilmu kedokteran Tiongkok zaman dulu, adalah sangat
maju, dari zaman ke zaman telah muncul tidak sedikit
dokter-dokter kenamaan yang tekniknya tak ada taranya,
misalnya Pian Que --di akhir masa Chun Qiu (407-310 SM),
Hua Tuo --di akhir Dinasti Han Timur (25-220 M), Dong Feng
serta Zhang Zhong Jing (tiga orang dokter ajaib dari Jian
An 196-220 M), Huang Pumi dari Dinasti Han Timur (25-220 M),
Ge Hong pada Dinasti Cin Timur (317-420 M), raja obat Sun Simiao
(Dinasti Tang 618-907 M), Zhu Zhen Heng dari Dinasti Yuan
1271-1368 M (salah satu dari 4 dokter besar pada Dinasti
Jin dan Yuan) dan Li Shi Zhen (dokter suci/Dinasti Ming
1368-1644 M) dan sebagainya.
Prestasi ilmu kedokteran mereka sangat
menonjol, dari dokter-dokter agung ini dipilih beberapa
tokoh-tokoh representatif, diceritakan secara ringkas dari
persembahan mereka terhadap ilmu kedokteran. Berikut ini akan
diperkenalkan dokter-dokter ternama China, yang ahli dalam
berbagai ilmu penyakit, termasuk penyakit wanita.
Pian Que (Akhir Masa Chun Qiu, 407-310 SM).
Pian Que mampu mendiagnosa penyakit dengan sangat
menakjubkan, cukup melihat warna dan ekspresi muka pasien
saja, sudah bisa menjelaskan ikhtiar kondisi penyakitnya
dan lewat empat macam pemeriksaan (meraba nadi, melihat air
muka dan tubuh, mendengar suara dan mencatat bentuk kelainan)
dapat mendeteksi serta memberi resep pengobatan obat dengan tepat.
Beliau seorang ahli penyakit dalam, kulit dan bedah,
penyakit wanita serta anak-anak, dan akupunktur.
Yang membuat orang
terkagum-kagum adalah bahwa Pian Que pernah menyelesaikan
operasi pencangkokan jantung dengan sukses. Berdasarkan
buku Liezi Tangwenpian pada zaman Chun Qiu, di negara Lu
seorang bernama Gong Hu dan di negara Zao seorang bernama Qi Ying
jatuh sakit, keduanya minta berobat pada Pian Que. Setelah
diperiksa dengan teliti, tidak saja berhasil mendiagnosa
penyebab penyakit luar mereka, malah sampai penyakit dari
watak bawaan mereka yang berbeda itu pun berhasil
didiagnosa, akhirnya tidak saja mengganti jantung, tapi
sekaligus mengubah watak asli mereka, berbeda dengan watak asalnya.
Setelah jantungnya diganti, kehidupan mereka tetap seperti
sedia kala, pembedahan tersebut terjadi di antara tiga
sampai empat ratus tahun sebelum Masehi, sangat mungkin
merupakan orang yang melakukan pencangkokan jantung paling
dini dalam sejarah peradaban umat manusia kali ini.
Dewasa
ini ilmu pengetahuan Barat hingga zaman modern ini baru
muncul pencangkokan jantung, sedangkan tingkat keberhasilannya
tidak seratus persen, setelah dilakukan pencangkokan jantung maka
pasien harus minum obat, dan harus sering periksa kembali ke
rumah sakit, bahkan ada yang terjadi komplikasi penyakit
lain atau dilakukan pembedahan kembali karena penyakit
jantungnya kambuh. Dalam proses pembedahan pada umumnya
dilakukan bersama beberapa dokter dan perawat,
fasilitas-fasilitas yang digunakan pun banyak sekali. Namun dalam
kisah Pian Que itu dapat kita lihat bahwa pencangkokan jantung
tadi dapat dilakukan sendirian terhadap dua orang pasien
dalam waktu yang sama, serta tak perlu bermacam-macam
peralatan ruwet yang dibutuhkan oleh teknologi maju
sekarang ini. Teknik pengobatannya yang hebat dan sempurna
itu sungguh membuat generasi belakangan sangat takjub.
Generasi
muda pengikut Pian Que pun terwarisi oleh sebagian teknik
pengobatan yang luar biasa itu, misalnya dikisahkan Kaisar
Dinasti Sung Utara yang terkena penyakit akibat mengumbar nafsu
birahi, pada saat dia dalam keadaan sekarat, dokter di kerajaan pun
kehilangan akal, kemudian disembuhkan oleh murid Pian Que
yang bernama Xu Xishan, maka Kaisar Dinasti Sung Utara itu
memenuhi permintaan Xu lalu mendirikan sebuah vihara Pian
Que untuk mengenang pujangga kedokteran ini.
Pada
zaman Pian Que, para dokter tidak sungguh-sungguh
mempelajari ilmu kedokteran untuk mensejahterakan pasien, tapi berpikir
bagaimana caranya agar dapat memeras rakyat. Pian Que
dengan tulus mengobati rakyat, meski membuat banyak orang
marah terhadapnya tapi beliau sedikit pun tak gentar pada
pejabat-pejabat yang berkuasa saat itu. Ketika Kaisar Wu
Wang dari Dinasti Qin (221-206 SM) sakit keras,
dokter-dokter tak berdaya lalu mencari Pian Que, tidak terduga bahwa
menteri-menteri yang ada di kanan-kiri kaisar menentang, dan
Pian Que pun dengan kesempatan ini menasihati sang kaisar,
jika hendak menata negara sama halnya mengobati pasien
jangan mendengarkan orang yang buta pengetahuan, sehingga
tidak akan mungkin bisa menyembuhkan penyakit atau mengatur
negara dengan baik. Dari sini dapat dilihat jiwa Pian Que
yang tak gentar dan intelijensinya yang melebihi orang
lain.
Pian
Que dalam ilmu kedokterannya meraih sukses yang luar biasa
serta reputasinya sangat besar dalam kalangan rakyat. Namun
jiwa dan talentanya yang baik hati itu malah mendapat iri dengki dari
segelintir orang, pada tahun 310 SM, dokter istana
memerintah Li Mi mengutus orang menghadang dan membunuhnya
di Gunung Chiao (barat daya Provinsi Hepei). Pian Que
dokter masyhur satu generasi itu dengan demikian meninggal
dunia dalam usia 97 tahun.
Sun Simiao (581-682 M, Dinasti Sui dan Dinasti Tang)
Sun Simiao memakai obat bagaikan memimpin tentara, luar biasa teliti dan akuratnya, sampai-sampai dijuluki "raja obat". Beliau sering datang ke Gunung Wutai di Kabupaten Yao, Provinsi Shan Xi untuk memetik obat dan menelitinya, maka itu dijuluki Gunung Obat. Dalam kedua buku kristalisasi dari hasil jerih payah seumur hidupnya itu yang berjudul: Qiancin Yaofang dan Qiancin Yifang ini mencatat 5.300 lebih resep obat secara rinci dan 800 lebih bahan baku obat, serta mengisahkan cara penggunaan bahan obat-obatan tersebut, bagaimana menanam dan bagaimana pula mengolah sampai menjadi obat, serta mencatat pengalaman puluhan tahunnya selama beliau menjalankan praktik klinisnya, oleh karena itu kedua buku ini dipandang sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran yang terdini di negara China. Dalam buku itu sudah menyinggung resep untuk mengobati penyakit-penyakit seperti: kusta, disentri, diabetes, koreng, bisul (radang jaringan sel di bawah kulit), TBC, kelenjar limpa, guiter (gondok), penyakit kulit, anuria (kencing tersumbat) serta buta ayam dan sebagainya.
Sun Simiao memakai obat bagaikan memimpin tentara, luar biasa teliti dan akuratnya, sampai-sampai dijuluki "raja obat". Beliau sering datang ke Gunung Wutai di Kabupaten Yao, Provinsi Shan Xi untuk memetik obat dan menelitinya, maka itu dijuluki Gunung Obat. Dalam kedua buku kristalisasi dari hasil jerih payah seumur hidupnya itu yang berjudul: Qiancin Yaofang dan Qiancin Yifang ini mencatat 5.300 lebih resep obat secara rinci dan 800 lebih bahan baku obat, serta mengisahkan cara penggunaan bahan obat-obatan tersebut, bagaimana menanam dan bagaimana pula mengolah sampai menjadi obat, serta mencatat pengalaman puluhan tahunnya selama beliau menjalankan praktik klinisnya, oleh karena itu kedua buku ini dipandang sebagai ensiklopedia ilmu kedokteran yang terdini di negara China. Dalam buku itu sudah menyinggung resep untuk mengobati penyakit-penyakit seperti: kusta, disentri, diabetes, koreng, bisul (radang jaringan sel di bawah kulit), TBC, kelenjar limpa, guiter (gondok), penyakit kulit, anuria (kencing tersumbat) serta buta ayam dan sebagainya.
Teknik
ilmu pembedahan Sun Simiao pun sangat hebat dan sempurna,
beliau memakai bulu sayap ayam untuk dibikin jarum kait,
sebagai alat pembedah selaput katarak, dan alat pembedah lidah yang
bersambung pada rongga mulut anak-anak. Selain itu, Sun pun
mempunyai sebuah monograf (resep wanita) 7 jilid, menjajagi
cara pengobatan serta berbagai penyakit wanita secara
mandiri, termasuk kesehatan di masa hamil, perawatan
setelah bersalin, cara merawat bayi yang baru lahir serta
bagaimana agar tidak terhalang waktu melahirkan (protracted
labor) dan sulit melahirkan (dystocia), ini adalah sangat langka sekali
dalam kondisi sosial di saat itu.
Sun
Simiao selain tersohor atas keahliannya dalam teknik
pengobatan, sesungguhnya yang paling disegani orang adalah
karena beliau adalah seorang yang sangat menghargai etika kedokteran.
Pada prakata dalam buku Qiancin Yaofang pada prakata pernah
mengatakan, "Nyawa manusia itu sangat berharga, dia lebih
mahal dari seribu batang emas: Jika tertolong oleh sebuah
resep, maka pahalanya jauh lebih dari jumlah emas itu."
Kata-kata tersebut telah tersebarluaskan oleh
generasi-generasi belakangan. Pada bab Dayi Jing Cheng dalam
buku tersebut, beliau lebih-lebih menitikberatkan hasratnya, jika
ingin menjadi seorang dokter yang besar, maka harus mempunyai
hati belas kasih, rela menolong semua orang yang menderita.
Karya tulis Li Shi Zhen (1518-1593 M)
berjudul "Penchao Kangmu" yang paling akbar dalam hidupnya
telah mencatat penjelajahan bersama muridnya selama 30
tahun ke seluruh Tiongkok antara lain: sisi selatan dan
utara sepanjang Sungai Yangzi serta pegunungan yang tinggi untuk
mencari bahan obat-obatan, termasuk obat dari tumbuh-tumbuhan
sebanyak 1.094 jenis, obat dari hewani sebanyak 444 jenis,
obat dari mineral sebanyak 275 jenis dan 79 jenis
lain-lainnya, serta 10.096 resep yang berasal dari kalangan
rakyat awam, juga terdapat 1.160 buah gambar, pengobatan
merangkap obat-obatan, aneka gambar dilengkapi keterangan.
Dia tidak sekadar sebuah adikarya dalam ilmu kedokteran saja, bahkan
termasuk zologi, botani, mineralogi, spigmologi (ilmu
pemeriksaan dengan urat nadi), ilmu farmakologi (ilmu
membuka resep) dan prinsip ilmu kedokteran dan sebagainya.
Begitu mengawali proses
praktik pengobatan maka Li Shi Zhen telah menemukan banyak
sekali kesalahan dalam buku obat-obatan yang ada, oleh
karena itu, beliau memutuskan menulis kembali sebuah buku
baru khusus herbal. Demi buku satu ini, Li telah mencurahkan
jerih payah semasa hidupnya, ia pernah melanggar aspirasinya dan
menjadi seorang pegawai negeri selama setahun, tadinya
mengharapkan tenaga istana kekaisaran dapat menyusun dan
merevisi buku ini, tapi dari kaisar sampai kalangan rakyat,
sedang gemar membuat pil mukjizat mengharapkan hidup awet
muda, Li kemudian berhenti dan pulang mudik. Demi buku ini,
beliau masuk ke pedalaman gunung dan hutan yang banyak ular berbisa
untuk mencari tumbuhan obat-obatan, bahkan uji coba obat
dengan tubuhnya sendiri, makan kecubung wulung untuk
mengetes bisanya serta membuat sendiri obat penawar
racunnya. Semangat dan keuletan Li sungguh sangat terpuji.
Selain
itu, Li Shi Zhen sangat ahli dalam berbagai bidang
penyakit, selain khusus mendalami obat-obatan, dalam ilmu pemeriksaan
nadi, beliau pun mempunyai keahlian tersendiri telah
mengemukakan tujuh meridian istimewa dan delapan meridian,
menyingkap fisiologi dan potologi meridian istimewa (selain
12 meridian utama pada tubuh manusia, masih ada yang
disebut meridian istimewa, jumlahnya 8). Dengan demikian,
ia mempunyai kontribusi sangat menonjol terhadap ilmu pengobatan
klinis dan teori meridian.
Li
Shi Zhen juga seorang dokter besar yang mempunyai etika
kedokteran yang luhur, sehari-hari bekerja keras untuk mempelajari
prinsip ilmu pengobatan, menitikberatkan ulang pemeriksaan
gejala penyakit, menganalisa dan mendiagnosa sangat
seksama, penggunaan obat pun tepat, oleh karena itu ketika
memberi pengobatan, kabanyakan berhasil dan sembuh, beliau
juga memiliki rasa simpati tinggi terhadap penderita,
sangat mendapat pemujian dari rakyat, dalam waktu beberapa tahun yang
singkat saja namanya sudah dikenal di mana-mana.
Dari
kisah dokter-dokter terkenal di zaman Tiongkok dahulu,
kita tidak sulit untuk mengetahui bahwa ilmu kedokteran Tiongkok
zaman dahulu sudah jauh melebihi ilmu pengetahuan Barat, 300-400
tahun Masehi lalu, di Tiongkok sudah muncul operasi
pencangkokan jantung, 100 tahun Masehi yang lampau sudah
ada penyambungan kembali tulang yang patah, cuci usus,
membedah tempurung kepala, juga sudah ada obat bius,
operasi katarak sudah dapat dilakukan mata oleh Sun Simiao pada
tahun 500 M yang lalu. Mengenai pemakaian obat lebih merupakan
suatu keterampilan yang ajaib, begitu obat diminum
penyakitnya pun sembuh, pada masa itu Huatuo berhasil
menyembuhkan penyakit kuning dan penyakit tifus oleh Zhang
Zhong Jing, serta masih banyak penyakit-penyakit yang sulit
disembuhkan lainnya, seperti diabetes juga, sudah ada resep
penyembuhannya.
Akupunktur
-terapi satu-satunya yang dimiliki oleh Tiongkok, prestasi
dokter-dokter ternama saat itu sudah tinggi sekali,
sehingga pengobatan akupunktur dapat bertahan hingga sekarang. Bahkan
dokter di zaman dahulu ada yang memiliki kemampuan
supernormal yang melebihi orang biasa, misalnya Pian Que
hanya berdasarkan pendeteksian mata saja tanpa harus meraba
denyut nadi sudah mampu memaparkan kondisi penyakit pasien
secara ringkas, Huatuo pun tanpa harus dengan bantuan alat
apa pun, sudah bisa mengetahui tumor pada otak Caocao. Titik
akupunktur pada tubuh manusia yang sering dipakai oleh ilmu
pengobatan Tionghoa, yang tadinya selalu tidak diakui oleh
perkembangan ilmu pengetahuan Barat sekaligus tidak dapat
terdeteksi olehnya, akhirnya setelah hingga waktu dekat ini
ada yang menemukan titik-titik yang mengeluarkan cahaya
dan terang di posisi tertentu tubuh manusia (posisi titik
akupunktur) dengan menggunakan teknik pemotretan Grian, baru
terbukti secara autentik keajaiban dan sempurnanya teknik ilmu
pengobatan orang Tiongkok kuno yang melebihi manusia zaman
sekarang.
Selain
itu, dari kisah dokter ajaib, kita dapat menemukan dalam
perkembangan teknik pengobatan, dokter-dokter ajaib itu bukan
hanya sekadar membaca segala buku saja, tapi keluar-masuk ke hutan
belantara dan mencari kelangsungan hidup di alam raya itu.
Relatif tak sama dengan dokter zaman sekarang ini yang
hanya mencari metode pengobatan yang lebih baik dalam
disertasi yang ditekuni sepanjang hari, tampaknya mempunyai
perbedaan yang amat besar. Akhir kata, sambil kami
tambahkan, bahwa dokter-dokter besar tersebut dengan dokter zaman
sekarang tampaknya mempunyai perbedaan dalam karakter pribadi
yang sangat besar.
Ilmu
kedokteran Tiongkok zaman dulu, adalah sangat maju, dari
zaman ke zaman telah muncul tidak sedikit dokter-dokter
kenamaan yang tekniknya tak ada taranya, misalnya Pian Que --di akhir
masa Chun Qiu (407-310 SM), Hua Tuo --di akhir Dinasti Han
Timur (25-220 M), Dong Feng serta Zhang Zhong Jing (tiga
orang dokter ajaib dari Jian An 196-220 M), Huang Pumi dari
Dinasti Han Timur (25-220 M), Ge Hong pada Dinasti Cin
Timur (317-420 M), raja obat Sun Simiao (Dinasti Tang
618-907 M), Zhu Zhen Heng dari Dinasti Yuan 1271-1368 M (salah
satu dari 4 dokter besar pada Dinasti Jin dan Yuan) dan Li Shi Zhen
(dokter suci/Dinasti Ming 1368-1644 M) dan sebagainya.
Prestasi ilmu kedokteran mereka sangat menonjol, dari
dokter-dokter agung ini dipilih beberapa tokoh-tokoh
representatif, diceritakan secara ringkas dari persembahan
mereka terhadap ilmu kedokteran.
Mereka
memandang hambar nama dan kepentingan, berniat menolong
orang, tak suka akan kehidupan mewah yang serba berlimpah,
tapi sebaliknya, jejak mereka tersebar luas di seluruh pelosok Tiongkok,
mereka tak kenal susah payah, melalui perjalanan yang
panjang dan berat terjun ke dalam masyarakat, walau hidup
sederhana, akan tetapi hidup damai dan senang, suka
membantu orang. Tujuan semula berkarya menulis buku bukan
untuk mendambakan diri, untuk dikenang orang sepanjang
masa, sebaliknya demi menolong penderitaan berjuta-juta rakyat. Pikiran
dan semangat yang tidak demi kepentingan diri sendiri dan
tanpa egois, tanpa mengejar hasrat semu dan keinginan yang
akan dicapai, adalah yang justru paling dikenang oleh
generasi seterusnya. Begitulah potret dokter kuno Tiongkok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar