CARITA, KAMMATTHANA,
DAN
MAJJHIMA PATIPADA
“ Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa “
Salam Damai dan Cinta Kasih … ,
Setiap manusia mempunyai watak / kecenderungan /
karakter, yang masing-masing bersifat “unik”. Darimanakah asal watak /
kecenderungan / karakter ini berasal ? Apakah karena ditakdirkan
sehingga tidak bisa “disucikan” ? Bukan, watak /
kecenderungan / karakter, terbentuk dari timbunan akumulasi karma (
Sanskerta ; kehendak / perbuatan ) setiap “individu” tersebut sejak
kehidupan-kehidupan lampaunya, semenjak milyaran tahun kita berkelana
dalam samsara. Oleh karena itu, watak tersebut dapat diubah, dimurnikan ;
dan inilah salah satu tujuan dari samma-samadhi ( samadhi-benar, latihan-latihan untuk mencapai Jhana ) dan samma-sati
( latihan-latihan vipassana ). Dalam Buddhisme, karakter yang melekat
pada tiap “diri” manusia ini disebut dengan “CARITA” ( Pali ).
Carita
( kecenderungan ) adalah kondisi batin setiap orang yang belum mencapai
kesucian. Dengan meditasi, kita berlatih untuk “memurnikan” batin kita
dari kecenderungan-kecenderungan yang “kurang-baik” tersebut. Untuk itu,
sebagai seorang yogi, kita pertama-tama harus mengenali carita kita
masing-masing, sebelum akhirnya kita memilih
“pokok-landasan-pemusatan-perhatian” ( Kammatthana ) yang sesuai dengan
carita kita tersebut, inilah kaitan antara carita dan kammatthana.
Sang
Buddha mengklafisikasian kecenderungan atau watak ( carita ) ini ada
enam ( 6 ), dan mengajarkan empat-puluh (40 ) landasan pemusatan
perhatian ( Kammatthana ) yang sesuai dengan masing-masing watak /
carita tersebut. Pertama-tama, saya akan menjelaskan mengenai carita,
baru kemudian nanti saya akan menjelaskan mengenai kammatthana, dan
terakhir, praktek “Jalan-Tengah” yang diajarkan oleh Guru Agung, Guru
para dewa dan manusssa, ialah Sang Buddha Gotama.
Keenam klasifikasi carita menurut Sang Buddha, yaitu :
1. RAGA CARITA
Ialah
karakter yang memiliki kecenderungan “bernafsu” terhadap objek-objek
yang menyenangkan, suara yang merdu, wangi-wangian, sentuhan-sentuhan
yang lembut dan mesra. Ini adalah khayalan yang diinginkan batin dan
merupakan tempat yang sangat dicintai.
Seseorang
yang memiliki raga carita, cenderung bersifat mementingkan diri
sendiri, sombong, berambisi besar. Ada sisi positif yang dimiliki oleh
seseorang yang memiliki raga carita, yaitu ia akan mudah kagum melihat
suatu kebajikan meskipun itu kecil sekali, ia juga mudah melupakan
kesalahan orang lain. Bagi anda yang memiliki raga carita, kammatthana
yang sesuai adalah sepuluh asubha dan satu kayagatasati.
2. DOSA CARITA
Ialah
karakter manusia yang memiliki kecenderungan mudah naik pitam, pemarah,
dan kebencian yang tanpa alasan. Orang yang memiliki karakter “dosa
carita” ini, bila di “senggol” dengan persoalan kecil saja, akan
tersulut kemarahannya.
Ironisnya,
seseorang yang berkarakter “dosa carita” ini SANGAT SUKA dengan watak
pemarah ( Jawa : Getapan ) yang dimilikinya ini. Ia justru merasa bangga
karena ia adalah seseorang yang berkarakter “keras”, bila ia seorang
laki-laki, maka ia merasa “jantan” karena ke-“keras”-annya ini. Baginya,
kebencian atau kemarahan merupakan harta yang mulia karena bila sehari
saja tidak marah atau membenci terhadap orang lain , maka ada sesuatu
yang “hilang” dari dirinya.
Biasanya,
ada ciri-ciri / pola perilaku yang nampak dalam kehidupan sehari-hari
bagi seseorang yang berkarakter “dosa carita” ini, yaitu misalnya, kalau
bicara suaranya kasar, bila berjalan langkahnya selalu tergesa-gesa,
bila melakukan pekerjaan biasanya kasar, perangainya kaku dan hatinya
cepat panas, karena itu orang yang memiliki watak pemarah atau kebencian
ini lekas tua. Orang mempunyai dosa carita juga suka iri hati, tidak
suka melihat orang lain memperoleh suatu kebahagiaan dan kesejahteraan,
tidak senang melihat suatu kesalahan dilakukan oleh orang lain meskipun
kecil ( maunya sempurna ; perfectionist ), tak mau mengingat jasa baik
orang lain walaupun besar, suka bermusuhan, memandang rendah orang lain,
sangat suka mendikte dan memerintah orang lain. Bagi anda yang
mempunyai dosa carita, maka kammatthana yang sesuai baginya adalah empat appamañña dan empat kasina (nila kasina, pita kasina, lohita kasina, dan odata kasina).
3. MOHA CARITA
Adalah
watak / karakter yang diliputi “kebodohan batin”, yaitu ketidak-tahuan
mengenai “ilusi” dari semua yang “ada” ini, baik harta dunia maupun
harta surgawi.
Orang
yang memiliki watak ketidahtahuan atau kebodohan beranggapan bahwa
dengan menimbun harta benda maka ia akan medapatkan kebahagiaan. Karena
kurangnya pengetahuan atau kebodohan ia sayang untuk melepas benda
miliknya, bahkan benda yang tidak berharga sekalipun, tetapi ia sangat
menginginkan barang orang lain. Bila ia diberi maka ia akan cepat-cepat
menerima dengan bernafsu, sebaliknya ia sangat sukar untuk memberikan
miliknya pada orang lain. Bila ia melakukan suatu pekerjaan, ia akan
bekerja sama dengan orang lain, tetapi dalam menerima imbalan ia ingin
lebih banyak dari yang lain. Orang yang memiliki watak “moha carita” / kebodohan batin ini lebih suka menerima daripada memberi atau berdana pada orang lain.
Orang
yang mempunyai mohacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan kebodohan
batin, cenderung ke arah kelemahan batin, suka bingung, suka ragu-ragu,
suka khawatir, menggantungkan diri pada pendapat orang lain, pikiran
ruwet, malas, pendiriannya tidak tetap, kadang-kadang kukuh memegang
suatu pandangan. Bagi anda yang mempunyai mohacarita, kammatthana yang
sesuai ialah anapanasati.
4. VITAKKA CARITA
Ialah
watak seseorang yang tidak tegas. Seseorang yang berkarakter “vitakka
carita” ini memiliki kekhawatiran atau pikiran yang tidak terkendalikan,
mempunyai kebimbangan dalam hal pekerjaan mana yang lebih dulu
dikerjakan, tidak memiliki keputusan yang tetap. Seseorang yang berwatak
vitakka carita ini selalu melaksanakan sesuatu dengan
tergesa-gesa ( karena pikirannya tidak terkendalikan ), cenderung ke
arah kegugupan, sering mengalami kegagalan usaha, suka berteori, tidak
suka bekerja untuk kepentingan sosial.
Orang
yang memiliki watak “vitakka carita” tidak berani mengambil suatu
keputusan dalam pekerjaan yang digelutinya. Watak ini kemudian kait
mengait dengan gangguan saraf, terlihat wajahnya lesu, tidak bergairah,
loyo, dan kelihatan lebih tua dari usia yang sebenarnya dan ia sulit
mencari kebahagiaan dan ketenangan. Batinnya senantiasa diliputi
kegelisahan, penuh angan-angan, kebimbangan, bahkan tak jarang
“ketakutan” ( seperti misalnya takut akan nasib hidupnya, takut akan
masa depannya, takut gagal, dan lain sebagainya ) dalam kadar-kadar yang
tidak wajar. Bagi anda yang memiliki vitakka carita, kammatthana yang
sesuai adalah Anapanasati.
5. SADDHA CARITA
Ialah
watak yang mudah percaya, orang yang berwatak seperti ini tidak
memiliki keteguhan hati dan mudah percaya pada orang lain tanpa
mempertimbangkan dan menyelidiki terlebih dahulu. Umumnya, orang seperti
ini mudah ditipu orang lain. Dalam pergaulan, acapkali rekan-rekannya
seringkali “menggoda” dengan menceritakan suatu hal yang merupakan
rekaan semata dan ia akan sekonyong-konyong mempercayai cerita
rekan-rekannya tersebut. Juga, siapapun yang memberinya suatu saran atau
nasehat akan sesuatu hal, maka ia pasti akan langsung percaya dan tidak
mempertimbangkan dan menyelidiki terlebih dahulu.
Sisi
positif dari seseorang yang mempunyai saddhacarita ialah, dia akan
melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan, cenderung ke arah rendah
hati, dermawan, jujur, suka menemui orang-orang suci, suka mendengarkan
Dhamma, yakin pada sesuatu yang dianggap baik. Bagi anda yang mempunyai
saddhacarita, kammatthana yang sesuai ialah enam anussati
(Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, silanussati, caganussati,
dan devatanussati).
6. BUDDHI CARITA
Ialah
watak / karakter “intelek” atau “cerdas”. Pun demikian, seseorang yang
mempunyai watak intelek / cerdas belum tentu selalu merupakan keuntungan
bagi dirinya. Kelebihan darinya dapat menjadi suatu kerugian apabila
tanpa suatu sikap batin yang pantas. Bila kecerdasan ini tidak berarah,
atau meyakini sesuatu tidak berdasarkan pada pengetahuan benar, dapat
menyeret seseorang ke dalam jurang pandangan-pandangan keliru yang
ekstrim ( seperti misalnya, menjadi “dalang” suatu pemberontakan berdarah, menjadi “otak” suatu kelompok teroris, dan lain-lain )
. Jadi, keintelekan atau kecerdasan harus diimbangi atau disertai
dengan pengetahuan benar, pengetahuan yang memberikan gambaran nyata /
kasunyatan mengenai kehidupan, alam kehidupan dan semua fenomena.
Sisi
positif dari seseorang yang mempunyai buddhicarita atau ñanacarita
ialah, ia akan melaksanakan sesuatu dengan berhati-hati, cenderung ke
arah perenungan terhadap Tiga Corak Umum (Tilakkhana), sering
bermeditasi, bersedia mendengarkan omongan orang lain, mempunyai
kawan-kawan yang baik. Untuk mereka yang mempunyai buddhicarita atau
ñanacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah marananussati, upasamanussati, aharapatikulasañña, dan
catudhatuvavatthana.
Demikianlah
klasifikasi watak / karakter manusia yang belum mencapai PEMBEBASAN /
PENCERAHAN. Kadangkala seseorang memiliki salah satu dari enam carita
ini ada juga yang memiliki keenam watak tersebut sekaligus.
KAMMATTHANA ( Pokok Landasan Pemusatan Perhatian ) SESUAI DENGAN CARITA
Sebagaimana
yang sudah kita bicarakan pada awal-awal artikel ini, untuk keperluan
melatih Samma-Samadhi ( yang berisi latihan mencapai Jhana-Jhana )
maupun Sama-Sati ( yang berisi latihan-latihan vipassana ), seseorang
harus mengerti watak / karakter ( carita ) –nya masing-masing.
Untuk
mengetahui carita, seseorang harus bermeditasi dan dengan jujur
memahami karakter dirinya sendiri. Setelah ia menemukan karakter
dirinya, ia harus bertujuan membebaskan dirinya dari karakternya
tersebut, yang selama rentang tumimbal lahirnya berjalan bersamanya.
Sang
Buddha mengajarkan, ada empat puluh (40 ) objek yang dapat dijadikan
pokok landasan dalam latihan meditasi ketenangan / samatha ( Samatha
Kamathana ). Keempat puluh pokok landasan pemusatan perhatian tersebut
adalah sebagai berikut :
A. SEPULUH (10) KASINA ( Wujud Benda ), yaitu =
1. Pathavi kasina = wujud tanah
2. Apo kasina = wujud air
3. Teja kasina = wujud api
4. Vayo kasina = wujud udara atau angina
5. Nila kasina = wujud warna biru
6. Pita kasina = wujud warna kuning
7. Lohita kasina = wujud warna merah
8. Odata kasina = wujud warna putih
9. Aloka kasina = wujud cahaya
10.Akasa kasina = wujud ruangan terbatas
B. SEPULUH (10) ASUBHA ( Wujud Kekotoran ), yaitu :
1. Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
2. Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3. Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4. Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5. Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6. Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
7. Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8. Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
9. Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
10.Atthika = wujud tengkorak
1. Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
1. Metta = cinta kasih yang universal, tanpa pamrih
2. Karuna = belas kasihan
3. Mudita = perasaan simpati
4. Upekkha = keseimbangan batin
(satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
F. SATU CATUDHATUVAVATTHANA
(satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
G. EMPAT (4) ARUPA (empat perenungan tanpa materi), yaitu :1. Kasinugaghatimakasapaññatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2. Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
3. Natthibhavapaññati = obyek kekosongan
4. Akincaññayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
Sebagai
suatu catatan, diantara empat-puluh (40) Kammatthana tersebut diatas,
terdapat beberapa kammatthana yang dapat dijadikan objek meditasi oleh
para yogi tanpa memperhatikan caritanya. Kammatthana tersebut ialah :
1. EMPAT MAHABHUTA , yaitu =
a. Pathavi kasina ( wujud tanah )
b. Apo kasina ( wujud air )
c. Tejo kasina ( wujud api )
d. Vayo kasina ( wujud angin / udara )
2. EMPAT ARUPA, yaitu =
a. Kasinugaghatimakasapaññatti ; obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
b. Akasanancayatana-citta ; obyek kesadaran yang tanpa batas
c. Natthibhavapaññati ; obyek kekosongan
d. Akincaññayatana-citta ; obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
3. ALO KASINA ; ialah objek meditasi berupa sinar atau cahaya.
4. AKASA KASINA ; ialah objek meditasi berupa angkasa.
MAJJHIMA PATIPADA
Majjhima
patipada ialah praktek “Jalan-Tengah” yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Hingga saat ini, dikenal tiga macam praktek / “Jalan”, dan salah satu
diantaranya adalah majjhima-patipada yang diajarkan oleh Sang Buddha,
sebagai suatu solusi dari dua jalan yang bersifat ekstrim.Penjelasan
mengenai majjhima-patipada dan kedua jalan lain yang bersifat ekstrim
adalah sebagai berikut :
1. Atthakiramatanuyoga,
ialah praktek dengan penyiksaan diri yang keras. Praktisi di jalan ini
akan mengekang diri dengan sangat keras, misalnya makan dengan porsi
sangat sedikit, tidur sedikit, praktek sepanjang hari, kadang-kadang
tidak makan (puasa) selama tujuh hari, atau hingga empat-puluh hari.
Praktisi di jalan ini juga ada yang menahan napas sekuat ia bertahan,
setelah cukup lama baru ia akan menarik napas kembali; berulang kali ia
akan melakukan hal itu dengan maksud agar cepat mencapai kesucian dan
pembebasan. Sang Buddha sangat tidak menganjurkan praktek ini, karena
praktek ini tidak bermanfaat bagi pembebasan, malah hanya akan
menghasilkan pernderitaan baik fisik maupun batin. Sang Buddha sendiri
pernah melakukan praktek tersebut, menahan nafas hingga keluar suara
mendesis dari telinganya, puasa selama empat-puluh hari, menutup telinga
hingga tidak mendengar suara dari luar. Dan kemudian Sang Buddha
meninggalkan praktek ekstrim tersebut.
2. Kamas ukhanikanuyoga.
Praktisi di jalan ini berkebalikan dengan praktisi di jalan sebelumnya,
sebab praktisi di jalan ini justru mengumbar pikirannya sedemikian rupa
sehingga sangat melekat kepada kenikmatan indriya. Praktisi di jalan
ini menggunakan perumpamaan gelas yang diisi dengan air terus-menerus
hingga akhirnya air tersebut tumpah-ruah, dan air di dalam gelas menjadi
bersih. Praktik keliru ini masih banyak dilakukan oleh
orang-orang yang mengatasnamakan diri berjalan di jalan “Tantra”, yaitu
praktek yoga melalui “pengumbaran” hubungan seksual ; meskipun demikian,
praktek ini tidak menggambarkan “Tantrayana” yang sejati.
3. Majjhima Patipada.
Ini adalah “Jalan-Tengah” yang diajarkan oleh Sang Buddha. Sebelum
kemunculan beliau, jalan ini tidak dikenal, di belahan bumi manapun
juga. Sang Buddha, melalui majjhima-patipada, mengajarkan para siswa
untuk menghindari kedua ekstrim tersebut diatas, yaitu ekstrim
penyiksaan diri di satu sisi, dan ekstrim pengumbaran hawa nafsu di sisi
lain. Majjhima patipada mengajarkan kita untuk : Jangan terlalu
menderita, jangan terlalu berbahagia, jangan malas, jangan terlalu duduk
lama ( kalau lelah beristirahatlah ), jangan terlalu lama berdiri (
kalau lelah berjalanlah ). Praktek “pensucian-diri” ini haruslah
disesuaikan dengan kondisi tubuh dan tergantung kilesa ( kekotoran batin
) kita masing-masing. Yang penting dari “jalan” menuju Nibbana ini
adalah, tersingkirnya kilesa dari diri kita masing-masing. Siksaan yang
hebat tidak berarti kekotoran batin dengan sendirinya tersingkirkan,
apalagi pemuasan hawa nafsu dan berbagai kemelekatan indria. Menurut
majjhima-patipada, kita tidak perlu menyiksa diri dengan tidak makan
selama berpuluh-puluh hari, karena ini hanya akan membuat tubuh tidak
berdaya; makanlah sesuai dengan kebutuhan jasmani, tetapi hati-hati akan
makanan yang dapat menimbulkan ketagihan dan kemelekatan, karena akan
mempertebal kilesa ( kekotoran batin ). Sebaiknya kita juga memutuskan
pergaulan dengan orang yang tidak sesuai dengan kita, misalnya
orang-orang yang suka mabuk-mabukan, suka bicara kasar, suka hal-hal
pornografi, dan lain-lain hal yang bersifat pengumbaran nafsu indriya,
sebab ini akan mengacaukan praktek kita. Tinggallah dalam tempat yang
sunyi, jangan membuang waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi
kesucian, senantiasa pikirkan dan renungkan dhamma. Praktek yang baik
akan mendatangkan hasil ( phala ) paling rendah sampai Jhana-samapati
dan yang paling tinggi sampai tujuan akhir ; NIBBANA ( Sanskrit :
Nirvana ).
Terakhir,
sebelum anda memulai praktik, ada hal yang ingin saya ingatka. Saat
bermeditasi, kita akan mendapat halangan. Halangan tersebut berupa
“Panca-Nivarana” dan “Dasa Palibodha”. Panca-nivarana sudah pernah saya
terangkan sebelumnya. Pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan
mengenai “Dasa Palibodha”.
Sepuluh macam palibodha
Palibodha berarti gangguan dalam meditasi yang menyebabkan batin gelisah dan tidak mampu memusatkan pikiran pada obyek. Palibodha ini ada sepuluh macam, yaitu :
1. Avasa (tempat tinggal)
2. Kula (pembantu dan orang yang bertanggung jawab)
3. Labha (keuntungan)
4. Gana (murid dan teman)
5. Kamma (pekerjaan)
6. Addhana (perjalanan)
7. Ñati (orangtua, keluarga, dan saudara)
8. Abadha (penyakit)
9. Gantha (pelajaran)
10.Iddhi (kekuatan gaib)
Ketika melaksanakan meditasi,
para yogi sering mendapat gangguan yang disebut palibodha. Contoh
konkrit dari palibodha ini adalah : Ia merasa khawatir akan tempat
tinggalnya, terikat dengan rumahnya , ia merasa khawatir akan
pembantunya dan orang yang bertanggung jawab atas harta bendanya, Ia
merasa khawatir akan persoalannya, apakah meditasi
ini akan membawa keuntungan baginya, ia merasa khawatir akan
murid-murid dan teman-temannya, ia merasa khawatir akan pekerjaannya
yang belum selesai, ia merasa khawatir akan perjalanan jauh yang harus
ditempuhnya, ia merasa khawatir akan orang tuanya, keluarganya, dan
saudara-saudaranya, ia merasa khawatir akan kemungkinan timbulnya
penyakit, ia merasa khawatir akan pelajaran yang ditinggalkannya, ia
merasa khawatir akan bermacam-macam kekuatan magis yang dipertunjukkan,
takut akan kemerosotan kekuatan magis yang telah dimilikinya. Palibodha
tersebut harus dibasmi, agar kita dapat memusatkan pikiran dengan baik.
Demikianlah wacana ini saya sajikan untuk anda semua, semoga bermanfaat bagi perkembangan batin kita semua.
“ Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta!”
( Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia! )
Sadhu… Sadhu… Sadhu… .
– RATANA KUMARO / RATNA KUMARA / RATYA MARDIKA –
Semarang Barat, Minggu Pon, 25 Januari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar