“Change is the only evidence of life”,
kata Esayist Evelyn Waugh. Benar sekali, perubahan adalah satu-satunya
bukti kehidupan. Jadi perubahan mustinya adalah hal yang biasa bagi
manusia. Hanya saja, kita seringkali tidak menyadari sesuatu telah
berubah,bahkan mendiamkannya, alias tidak meresponsnya sama sekali.
Banyak orang yang menghadapi perubahan
dengan menyangkal masa depan. Mereka beranggapan cuma cara merekalah
yang benar,dan yang lain salah. Success history mendistorsi peta yang
mereka baca. Orang-orang ini membiarkan dirinya buta terhadap masa
depan. Kata Black dan Gregersen,suatu ketika orang-orang ini akan
menjadi fanatik dan beranggapan apa yang diketahuinya sebagai
segala-galanya, dan apa yang tidak diketahuinya sebagai nothing. Maka
habislah masa depan.
Manusia pada dasarnya bisa menerima
perubahan sekalipun kecepatan menerima setiap orang berbeda-beda. Yang
terjadi sesungguhnya,manusia itu enggan “dirubah”, bukan enggan
“berubah”. Dalam konteks manajemen perubahan, seorang pemimpin harus
bertindak tak ubahnya sebagai seorang seniman profesional, yang
menggunakan bel perubahan seakan-akan bukan berasal dari dirinya,
melainkan dari orang-orang yang akan mengerjakan perubahan itu sendiri.
Bel ini disebut “a wake up call”, yaitu bel yang membangunkan yang kita
set sendiri, yang begitu berbunyi membuat kita kesal, namun juga
berterimakasih. Kita bangkit dari tidur sekalipun malas dan kantuk masih
melekat.
Sebagian besar kita beranggapan perubahan
itu baru boleh dilakukan kalau ada masalah, saat memasuki tahap krisis.
Padahal, pada saat krisis hampir tidak mungkin, atau mustahil melakukan
perubahan.
Perubahan pada saat sedang berada di
titik rendah sangat rawan. Sebab pada saat itu, anda sudah tak punya
energy dan resources sama sekali untuk mengangkatnya kembali: Tidak ada
kepercayaan, manajer-manajer yang handal pergi,cash flow defisit, produk
unggulan tidak ada, dan seterusnya. Bahkan yang ada adalah konflik,
demo karyawan, hutang dan tuntutan-tuntutan hukum.
Beranjak dari itu, para ahli manajemen
mulai melihat strategi perubahan terbaik seharusnya dilakukan pada saat
anda sedang mengalami masa “senang-senang”. Yaitu saat penjualan anda
sedang bagus dan semua orang bangga terhadap lembaganya. Tapi celakanya,
justru pada saat ini manusia-manusia itu tidak tertarik untuk berubah.
Mereka mengatakan, “Kalau tidak ada yang rusak, mengapa harus dirubah”.
Tetapi anda harus dengan berani mengatakan, “Kalau tidak segera
diperbaiki ini akan rusak!”
Perubahan pada tahap ini kita sebut
transformasi, yaitu pembenahan manajemen untuk menjawab pertanyaan –
pertanyaan seperti : Apa yang dapat kita lakukan agar menjadi lebih baik
lagi? Apa saja kesalahan – kesalahan yang telah kita perbuat?
Inilah seni strategi perubahan. Anda
bekerja dengan paradox, yaitu paradox of change, yang kurang lebih
artinya begini. ”Pada saat perubahan harus dilakukan, orang-orang merasa
tak ada kebutuhan sama sekali, sebaliknya, pada saat anda dituntut
untuk berubah, anda sudah tak punya daya sama sekali.”
Tapi bagaimana dengan orang-orang yang
mau berubah? Maukah mereka memasuki sesuatu yang baru dengan gagah
berani? Nanti dulu, bukankah memasuki medan baru selalu ada resikonya.
Pertanyaannya adalah, bila kita memasuki “the right track” apakah kita
langsung bisa perform dengan baik? Tentu saja tidak. Setiap permulaan
pasti sulit dan akan banyak ditemui kendala – kendalanya. Tetapi dengan
kekonsistenan dan berani mencoba yang baru, dan terus memperbaiki diri,
lama kelamaan akan perform juga yaitu melakukan “the right thing dan
done it very well”. Itulah sebabnya diperlukan keberanian, konsep yang
jelas dan cara kerja yang efisien.
Tentu saja tidak semua perubahan seperti
ini berakhir dengan sukses. Adakalanya Anda dipaksa merubah sesuatu yang
sifatnya sangat mendasar dan tak ada cara lain selain melakukannya
dengan penuh pengorbanan. Kata orang-orang Korea, kalau tak ada yang mau
berkorban tak akan ada perubahan. Tetapi ini masih belum cukup.
Dibutuhkan semacam karakter untuk memimpin perubahan. Karakter itu
sering disebut-sebut sebagai “Lincoln type”, yaitu kejujuran, rendah
hati, cinta kasih, disiplin diri, dan keberanian yang teguh dalam
menghadapi fakta-fakta brutal yang bisa merusak kehidupan. King dan
Gandhi disebut sebut memiliki karakter itu.
Perubahan tidak akan mungkin dilakukan
dengan hanya merubah sistem tanpa memperhatikan kesiapan manusia –
manusianya. Saya berkeyakinan manusia sesungguhnya bukan enggan berubah,
melainkan perlu menyadari perubahan itu justru menjadi tuntutan bagi
dirinya. Bagaimana tahapan perubahan manusia, perhatikan bait-bait pada
puisi ini.
When you change your thinking (pikiran)
You change your beliefs (keyakinan diri)
When you change your beliefs
You change your expectations (harapan)
When you change your expectations
You change your attitude (sikap)
You change your beliefs (keyakinan diri)
When you change your beliefs
You change your expectations (harapan)
When you change your expectations
You change your attitude (sikap)
When you change your attitude (sikap)
You change your behavior (tingkah laku)
When you change your behavior
You change your performance (kinerja)
When you change your performance
You change your destiny (nasib)
When you change your destiny
You change your life (hidup)
You change your behavior (tingkah laku)
When you change your behavior
You change your performance (kinerja)
When you change your performance
You change your destiny (nasib)
When you change your destiny
You change your life (hidup)
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum
(masyarakat), sehingga mereka mengubah
apa yang terdapat dalam diri (sikap mental)
mereka”
apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum
(masyarakat), sehingga mereka mengubah
apa yang terdapat dalam diri (sikap mental)
mereka”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar